Rabu, 25 Mei 2011

Prospek Ekonomi Indonesia Tahun 2011


Diperkirakan perekonomian Indonesia di tahun 2011 akan tumbuh di kisaran 5,8% – 6,2%. Rupiah akan berada di sekitar Rp 8900/9400 per dollar Amerika Serikat. Sangat percaya di tahun 2011 perjalanan perekonomian Indonesia akan terlihat seperti di tahun 2010. Pembangunan ekonomi domestik, yang bisa kita lihat distribusi uang dari sektor perbankan ke sektor usaha sudah semakin membaik. Peran bank umum besar dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semakin luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah. Saat ini mendapatkan modal usaha dari bank untuk usaha kecil menengah mungkin tidak sesulit zaman dulu. Sekarang bank semakin memahami kekuatan usaha kecil menengah dan memiliki motivasi yang sangat luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah. Artinya, perekonomian domestik dengan kekuatan usaha kecil, menengah, dan usaha non formal akan memperkuat fondasi perekonomian domestik Indonesia di sepanjang tahun
Sedangkan pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada, Toni Prasetiantono dalam seminar politik dan ekonomi Indonesia 2011 di Jakarta sebagaimana dilansir medanbisnis, mengatakan bahwa potret ekonomi 2011 masih menjanjikan, pertumbuhan ekonomi 6,0 persen masih bisa dicapai.

Sementara itu, Bank Pembangunan Asia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 45 negara berkembang Asia pada 2011 tetap di level 7,3%, dari estimasi tahun ini di 8,6%. Dalam sebuah laporan yang dirilis Selasa (7/12), lembaga Manila menaikkan perkiraan pertumbuhan untuk 45 negara berkembangan di Asia dan Pasific dari perkiraan 8,2% yang dibuat pada September.
Perekonomian Indonesia harus selalu dikelola secara sangat hati-hati. Sebab, dana-dana investasi yang masuk cukup besar ke pasar modal dan pasar uang tersebut berpotensi sebagai dana-dana spekulasi. Untuk itu, saatnya kita semua tidak terlalu terlena oleh pujian-pujian dari berbagai lembaga internasional terhadap kemajuan ekonomi Indonesia. Kita semua harus selalu optimis dalam melihat masa depan ekonomi, kita juga harus cerdas memahami realitas yang kita miliki saat ini. Di samping itu kita harus jujur atas keterbatasan energi listrik kita untuk mendorong terciptanya investasi di sektor riil. Persoalan infrastruktur sangat perlu di perhatikan. Hal yang paling sederhana adalah persoalan macet di jalan raya. Hampir semua kota-kota bisnis dan industri di Indonesia mengalami hambatan dalam distribusi produk dan jasa secara efektif, efisien, dan produktif. Dan semua ini disebabkan tidak terkelolanya jalan raya secara baik, sehingga macet dimana-mana dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Menurut Djayendra, beberapa hal yang perlu diperhatikan di tahun 2011 adalah
1. Pemerintah harus lebih fokus untuk pemerataan dan pembangunan ekonomi domestik.
2. Industri dalam negeri harus lebih dilindungi dan jangan dibiarkan menjadi korban dari industri murah China.
3. Jangan terlalu terlena dengan angka-angka ekonomi makro, tapi perhatikan sifat dari angka-angka ekonomi makro tersebut.
4. Manfaatkan momentum positif perekonomian Indonesia di tahun 2011 untuk memperkuat fondasi sektor usaha perkebunan, pertanian, perikanan, dan energi.
5. Manfaatkan potensi kreatifitas masyarakat Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik.
6. Alam Indonesia yang luar biasa indah ini seharusnya mulai dikelola secara profesional untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.

Perekonomian Indonesia tahun  ini diprediksi masih menjanjikan, dengan pertumbuhan diperkirakan berkisar 6,4 persen. Pertumbuhan ini lebih besar 0,6 persen dibandingkan target pertumbuhan tahun ini sebesar 5,8 persen.
Namun, apa yang menjadi tantangan dan risiko yang harus diantisipasi oleh Indonesia pada 2011?

Komite Ekonomi Nasional dalam buku Prospek Ekonomi Indonesia 2011 menuturkan ada sejumlah tantangan dan risiko yang perlu diantisipasi Indonesia di tahun 2011.

Pertama, tantangan atas kemungkinan terjadinya gelembung nilai aset (asset bubble) dan inflasi, karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing, termasuk jangka pendek.

Kedua, terhentinya arus modal masuk dan bahkan terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar. Pengendalian dan mitigasi arus modal serta kemungkinan arus balik disebabkan kesalahan mengantisipasi arus modal menjadi risiko yang harus diperhatikan.
Kesalahan dalam mengambil kebijakan, keterlambatan mengambil tindakan serta kurang koordinasi antar pembuat kebijakan juga dapat berakibat buruk terhadap stabilitas makro yang sudah terjaga selama ini.

Ketiga, subsidi energi dan alokasi yang kurang efisisien. Selama ini, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) masih dinikmati orang mampu (berpenghasilan tinggi). Terkait masalah ini, Ketua Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tanjung mengatakan yang wajib mendapat subsidi ialah orang miskin, orang mampu sebaiknya tidak dapat subsidi.

Keempat, risiko inflasi terutama dipicu komponen makanan, pendidikan, dan ekspektasi inflasi. Inflasi Indonesia yang masih tinggi, menurut Chairul Tanjung, karena selama ini kita hanya mengandalkan kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengelola demand (permintaan).
Padahal, lanjutnya, selain faktor demand, inflasi juga dipengaruhi faktor suplai atau tersedianya barang dan faktor distribusi yang harus diperhatikan.

Kelima, infrastrukstur dan interkoneksi (transportasi) yang kurang memadai.
Chairul menuturkan, tahun ini Indonesia menjual mobil sebanyak 760 ribu. Jika dalam lima tahun ke depan tidak ada penambahan jalan secara signifikan khususnya di Jakarta, akan terjadi kemacetan. Begitu pula, dengan airport dan pelabuhan.
"Jika tidak ada perbaikan akan terjadi kemacetan luar biasa, yakni kemacetan ekonomi," ujar Chairul.

Keenam, peningkatan daya saing, perbaikan pendidikan, dan pelatihan serta penambahan pasokan tenaga teknik terdidik yang menjadi penghambat bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi produk (utamanya yang padat karya), menghambat investasi dan mengurangi penciptaan nilai tambah dan lapangan pekerjaan. Masalah daya saing Indonesia masih tertinggal dibawah Malaysia, Singapura dan Thailand.

Ketujuh, daya serap atau belanja pemerintah (pusat dan daerah) yang masih belum optimal.

Kedelapan, risiko yang berkenaan dengan kondisi politik dan hukum yang terjadi. Hingga kini, kinerja DPR dalam menyelesaikan legislasi, pembuatan undang-undang (UU), termasuk UU yang berkaitan dengan upaya mendorong pembangunan ekonomi masih jauh dari harapan.

Kesembilan, risiko perubahan iklim, bencana alam, dan krisis keuangan yang datang secara mendadak. Semestinya, risiko ini sudah dapat diatasi dengan baik mengingat kita telah belajar dari pengalaman dalam beberapa tahun belakangan ini.
Kesepuluh, tantangan risiko global, seperti pemulihan ekonomi negara maju masih akan lama, sehingga berdampak pada pemulihan ekonomi dan perdagangan dunia.
Kesebelas, Geopolitical-Geoeconomy G2 mengenai persoalan ketidakseimbangan ekonomi dunia, perang kurs dan potensi perang korea yang sangat tergantung pada G2 (China-AS), bukan G20. Hubungan saling membutuhkan, "Benci tapi rindu" AS-China, yang harus mencari penyelesaian secara kooperatif. Serta risiko gagal bayar utang negara-negara Eropa.

Sumber :

Senin, 09 Mei 2011

Jumlah Penduduk Miskin Aceh Menurun

      Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh hingga Maret 2010 sebanyak 861.085 jiwa, atau menurun 20,98% dibandingkan dengan periode sama pada 2009 yang mencapai 892.860 jiwa. Kabid Sosial BPS Aceh Rudi Fachri mengatakan turunnya jumlah penduduk miskin itu dihitung berdasarkan pola konsumsi selama 1 bulan, bukan dilihat dari keberadaan harta benda.
"Kami menghitungnya dari pola konsumsi penduduk, di mana seorang warga harus mengonsumsi 2.100 kalori selama sebulan," katanya kemarin. Dia mengatakan jika berdasarkan ketentuan setiap warga harus mengonsumsi kalori itu, maka jika diharapkan harus mencapai Rp308.000 per Vmlan per orang, sedangkan penduduk desa harus mengonsumsi kalori seharga Rp266.000 per bulan per orang.
Berdasarkan indeks kedalaman, tingkat kemiskinan di Aceh mengalami penurunan selama 2009-2010, yakni dari 4,46 menjadi 4,11, sedangkan indeks keparahan kemiskinan turun dari 1,34 menjadi 1,26 pada periode yang sama.
"Ini menggambarkan adanya perbaikan pada tingkat konsumsi masyarakat miskin di Aceh, dimana penurunan persentase penduduk miskin di desa Iebih tinggi dibandingkan di kota, yakni masing-masing 0,83% dan 0,79%."


Berikut ini data tabel Jumlah Penduduk di Nanggroe Aceh Darussalam

          Dalam perkembangan terpisah, Kepala BPS Sumut Alimuddin Sidabalok mengatakan inflasi yang melanda Kota Medan dipicu oleh kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok, di antaranya cabai merah, beras, bawang merah, wortel, cabai hijau, daging ayam ras. Dari pantauan Bisnis, harga cabai merah di pasar-pasar tradisional berada pada kisaran Rp40.000 perkg, harga beras jenis IR 64 Rp6.500 per kg, daging ayam ras Rp25.000 per kg, bawang merah Rp 18.000 per kg.
NTP menurun Sementara itu, nilai tukar petani (NTP) pada Juni 2010 menurun dari 102,67 pada Mei 2010 menjadi 102,20. Kabid Program Dinas Pertanian Sumut Lusyan-tini mengatakan penurunan NTP itu diduga karena pengaruh musim kemarau yang berkepanjangan sehingga menyebabkan produktivitas panen petani padi menyusut.

          "Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga Agustus 2010," katanya. Dala Dinas Pertanian Sumut mengungkap luas panen pada periode Januari-Mei 2010 mencapai 330.578 hektare, meningkat dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebanyak 326.713 ha, sedangkan luas tanam menurun dari 166.000 ha menjadi 156.646 ha. Perkembangan relatif sama, juga terjadi di Sumatra Selatan, di mana jumlah penduduk miskin per Maret 2010 sebanyak 1,12 juta jiwa dari total penduduk 7 juta jiwa, atau menurun dibandingkan dengan bulan sama tahun lalu sebanyak 1,16 juta jiwa.
Banda Aceh - Dalam kurun waktu dua tahun, jumlah penduduk miskin di Aceh menurun 2,04 persen. Pada 2005, penduduk miskin di "Serambi Makkah" itu 28,69 persen. Sedangkan tahun ini, penduduk miskin 26,65 persen.

          "Secara perlahan, penduduk miskin di Aceh mengalami penurunan", kata Iskandar Asyeik, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, di Banda Aceh, Rabu (1/8).
Dia merincikan, pada 2005 terdata 1.166.400 penduduk miskin dari proyeksi 4.070.200 seluruh penduduk Aceh. Saat ini menurun sebanyak 82.800 menjadi 1.083.600 penduduk miskin.
Menurut dia, menurunnya jumlah penduduk miskin tersebut disebabkan meningkatnya pola konsumsi. Selain itu, hadirnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, juga menjadi penentu. Sebab, berbagai proyek lembga ini pada seluruh wilayah, telah menciptakan lapangan kerja baru.
Periode 2005-2007, jumlah penduduk miskin terbesar berada di daerah pedesaan, yakni 79,80. Namun, pada 2007, jumlh penduduk miskin di pedesaan menurun lebih tajam, yaitu 78.800 orang. Sementara daerah perkotaan berkurang sebanyak 4.100 orang.

         Untuk mendata jumlah penduduk miskin, BPS menggunakan dua cara. Dengan pendataan sosial ekonomi (PSE) dua tahun sekali dan survey sosial ekonomi nasional (susenas) setiap tahunnya.
Iskandar mengatakan, tsunami 2004 menarik perhatian dunia. Keprihatinan negara luar menyebabkan mengalirnya berbagai bantuan ke Aceh. Sumbangan itu juga menjadi salah satu faktor menurunnya jumlah penduduk miskin di "Bumi Iskandar Muda" ini.
"Malah, warga di daerah lain mengadu nasib ke Aceh. Sebab, di daerah ini tersedia banyak peluang kerja dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi", kata iskandar.


Dibawah ini Salah satu Masjid Raya Di Banda Aceh yaitu ‘Masjid Raya Baiturrahman’


Sumber :